Digitalisasi Jadi Kunci Edukasi Batik yang Relevan bagi Generasi Muda

27-07-2025 / KOMISI VII
Anggota Komisi VII DPR RI, Samuel Wattimena, saat mengikuti kunjungan kerja reses Komisi VII DPR RI ke Kampung Batik Laweyan, Surakarta, Sabtu, (26/7/2025). Foto: Ubed/vel

PARLEMENTARIA, Surakarta — Anggota Komisi VII DPR RI, Samuel Wattimena, menyoroti pentingnya edukasi yang lebih mendalam dan modern mengenai batik kepada masyarakat, khususnya generasi muda. Hal ini ia sampaikan dalam kunjungan kerja reses Komisi VII DPR RI ke Kampung Batik Laweyan, Surakarta, Sabtu, (26/7/2025) yang merupakan salah satu sentra batik tertua dan paling ikonik di Indonesia.


Dalam pernyataannya, Samuel menilai bahwa masyarakat saat ini masih cenderung memahami batik secara dangkal, terbatas pada istilah umum seperti batik tulis, batik cap, atau batik printing, tanpa mengetahui filosofi, proses pembuatan, hingga nilai budaya yang terkandung di dalamnya.


"Masyarakat sering kali hanya tahu ini batik tulis, ini batik cap, tapi tidak bisa menjelaskan apa yang membedakan keduanya secara mendalam. Kita butuh pendekatan edukatif yang tidak lagi konvensional, tetapi menyenangkan, interaktif, dan dekat dengan keseharian generasi muda," tegas Samuel.


Ia menekankan bahwa digitalisasi harus menjadi jembatan antara warisan tradisi dan gaya hidup modern. Edukasi tentang batik, menurutnya, harus dikemas secara kreatif melalui platform digital agar lebih “nge-pop” dan menarik minat generasi muda. Konten-konten edukatif bisa diwujudkan dalam bentuk video pendek, media interaktif, hingga kampanye visual di media sosial.


"Informasi tradisi tidak harus disampaikan secara tradisional. Kita harus bisa menyampaikan warisan budaya seperti batik dengan cara yang populer, agar bisa menembus pasar generasi muda yang sangat besar potensinya," lanjutnya.


Selain itu, Samuel mendorong peran aktif pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi edukatif tersebut. Menurutnya, pemerintah pusat memiliki keterbatasan dalam menjangkau komunitas lokal secara detail. Oleh karena itu, sinergi dengan pemerintah daerah di kota-kota batik seperti Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan dinilai lebih efektif untuk mendorong literasi budaya di tengah masyarakat.


"Edukasi batik sebaiknya dimotori oleh pemda karena mereka paling dekat dengan komunitas batik setempat. Tiga kota utama seperti Solo, Yogya, dan Pekalongan sudah seharusnya menjadi pusat edukasi budaya berbasis digital yang menjangkau seluruh Indonesia," pungkasnya.


Kunjungan kerja ini merupakan bagian dari upaya Komisi VII DPR RI untuk menyerap aspirasi pelaku industri kreatif dan budaya, serta memperkuat sinergi antara sektor tradisional dan perkembangan ekonomi digital dalam menghadapi tantangan globalisasi. (uf/aha)

BERITA TERKAIT
Komisi VII Minta Pemerintah Perluas Keterlibatan UMKM dalam Program MBG
08-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Chusnunia Chalim, mendorong pemerintah untuk memperluas keterlibatan pelaku Usaha Mikro, Kecil,...
Komisi VII Dorong Skema Royalti Lagu Diatur Ulang
07-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty menyoroti pentingnya perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) namun...
Khawatir Status UNESCO Dicabut, Kaji Ulang Izin Resort di TN Komodo
05-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty meminta Kementerian Kehutanan (Kemenhut) untuk mengkaji ulang pemberian Izin...
Apresiasi Pertumbuhan Ekonomi, Sektor Industri Harus Jadi Lokomotif Pemerataan
05-08-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI, Ilham Permana, menyampaikan apresiasi atas capaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen...